Mempromosikan Indonesia di Melbourne dengan Tari Kelinci, Tari Soyong, dan Bakso

20171119_105337.jpg

Minggu 19 November 2017 adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh anak-anak Indonesia yang bersekolah di moreland primary school. Hari itu sekolah menyelenggarakan fete atau festival dengan tema multicultural festival. Anak-anak ini akan menampilkan dua tarian, tari kelinci (Bunny Dance) dan Tari Soyong (Soyong Dance).

Multicultural festival atau Carnival of culture yang diselenggarakan oleh MPS adalah event dua tahunan yang dimaksudkan sebagai salah satu strategi mengumpulkan dana untuk pembiayaan sekolah. Ya, sama halnya sekolah di Indonesia, sekolah-sekolah di sini juga mengalami kesulitan pendanaan. Fete adalah salah satu cara yang cukup efektif untuk mendapatkan dana untuk membiayai kebutuhan sekolah.

Continue reading “Mempromosikan Indonesia di Melbourne dengan Tari Kelinci, Tari Soyong, dan Bakso”

Bagaimana Australia membangun literasi (Bagian 2)?

Rabu pagi 9 Agustus 2015 tak hanya menjadi hari yang menyenangkan untuk anak-anak prep di Moreland Primary School. Tapi, juga saya. Ada hal yang menarik dan mengesankan untuk diceritakan. Prep atau preparation, seperti yang pernah saya sampaikan dalam tulisan sebelumnya, setara dengan TK B. Namun, secara administratif pengelolaannya ada di tingkat primary school atau SD.

Apa yang terjadi hari itu? Ya, hari itu anak-anak prep belajar tentang ‘Tahu Isi’. Saya sendiri sekedar membantu mendokumentasikan kegiatan yang didukung dua orang tua murid dari Indonesia, mbak Windy Triana dan mbak Ratna Andini.

Begitu musik terdengar, jam 9.00, preppies segera masuk keruangan dan duduk bersila dengan teratur. Mereka terlihat begitau bersemangat melihat apa yang ada di hadapan mereka. Beberapa alat masak, seperti baskom, penggorengan, container berisi sayuran, tepung, dan tahu ada di atas meja.

Continue reading “Bagaimana Australia membangun literasi (Bagian 2)?”

Mengapa perlu belajar menulis: Belajar dari NAPLAN

“Kenapa ini seperti home schooling?”.

Begitu protes Amira saat saya coba menuliskan rencana aktivitas hari itu. Terlihat senyum keberatan karena masih masanya school holiday. Sebaliknya, saya pun membalas kembali dengan senyuman sembari berlalu untuk kemudian menggantungkan whiteboard jadwal harian tersebut dikamarnya.

Terhitung sejak pertama datang,  hingga saat ini Amira sudah 2,5 tahun bersekolah di sini. Baru semester terakhir ini kami melakukan pengawasan yang lebih ketat dalam proses pembelajaran di rumah. Bukan tanpa alasan. Pertama, Amira  masuk grade 5 tahun ini. Jadi harus dibiasakan belajar tiap hari. Harapannya, ketika pulang ke Indonesia kebiasaan belajar di rumah sudah terbangun. Kedua, fokus dan teknik pembelajaran di sini berbeda. Jadi, apa yang diperoleh Amira di sini, sangat mungkin tidak akan diperoleh di Indonesia. Jadi, mumpung di sini hal-hal yang menarik sepertinya wajib dikuasai.

Sejak awal liburan, target yang akan dicapai adalah berkenalan dan mencoba berlatih NAPLAN atau the National Assessment Program – Literacy and Numeracy. Menurut website resmi penyelenggara, NAPLAN adalah test yang dilakukan untuk menilai kemampuan siswa dalam literasi dan numerasi setiap tahun untuk grade 3, 5, 7, dan 9. Literasi sendiri mencakup reading, writing, spelling. Sebagaimana namanya, test ini dilakukan secara nasional dan dilaksanakan pada minggu kedua bulan Mei.  Jika anda penasaran, silakan lihat langsung ke http://www.nap.edu.au.

Dua tahun lalu, saat grade 3, Amira mendapat pengecualian karena belun cukup satu tahun ia bersekolah di sini. Jadi, saya juga kurang memperhatikan seperti apa model test NAPLAN. Tahun ini, kembali ia akan menghadapi test tersebut.

Tidak seperti UN di negeri kita, NAPLAN tidak digunakan untuk menentukan kelulusan. Dalam website tersebut dinyatakan: NAPLAN provide the measure through which governments, education authorities and schools can determine whether or not young Australians are meeting important educational outcomes. Jadi, tujuannya adalah untuk mengukur sampai sejauh mana siswa telah mencapai tujuan pendidikan. Continue reading “Mengapa perlu belajar menulis: Belajar dari NAPLAN”

Bagaimana mengatasi penumpang gelap?

Tanpa sengaja mata saya menangkap iklan layanan masyarakat di sudut halte bis yang akan mengantarkan saya ke kampus. Iklan yang sangat menarik. Hanya saja, karena bangku halte dipenuhi calon penumpang saya urungkan niat untuk mengambil gambar iklan tersebut. Barulah, usai menemui academic skill advisors saya sempatkan untuk memotretnya. Dan, foto di atas lah hasilnya.

Sebagaimana yang pernah saya sampaikan dalam tulisan sebelumnya dalam buku ‘pacuan gajah’, freeloader alias penumpang gelap masih terus menjadi perhatian pengelola transportasi di state Victoria (Public Transport Victoria atau PTV). Akibat ulah freeloader ini negara telah dirugikan sebesar $51M. Sebagai upaya penertiban tahun lalu diperkenalkanlah on the spot penalty, dimana para freeloader diberikan kesempatan membayar denda lebih rendah, $75 dibanding denda biasa $223, jika dia membayarnya saat itu juga. Inspeksi pun semakin sering dilakukan. Saya sendiri sering mendapati petugas PTV yang sedang melakukan tugas pengecekan kartu Myki atau kartu pas public transport.

Tentang iklan di atas? Ya, petugas PTV kini tak selalu menggunakan seragam. Beralasan memang. Bisa jadi para freeloader masih memiliki waktu untuk langsung turun begitu melihat petugas berseragam hendak menaiki moda transportasi. Lain halnya bila mereka berpakaian layaknya penumpang. Intensifnya inspeksi semacam ini diharapkan dapat menurunkan jumlah kerugian akibat ulah freeloader ini. Jika anda tertarik silakan lihat video ini https://www.youtube.com/watch?v=M-X-xv-FnOA.

Continue reading “Bagaimana mengatasi penumpang gelap?”

Bagaimana Australia mendorong anak menulis buku?

Sehari setelah posting tentang gerakan penerjemahan di masa the golden age of Islam, saya mendapatkan ‘oleh-oleh’ dari Ayla. Sore itu  saya menjemputnya pulang sekolah. Begitu ia melihat saya masuk kelasnya, ia langsung menghampiri dan menyodorkan tasnya. Dalam sekejap, ia pun menghilang setelah ia mengatakan ‘play at the playground’. Selain tas, ia menyodorkan beberapa lembar kertas ukuran sepertiga kwarto yang di strapler.

Mata saya langsung berbinar menatap kertas tersebut. Aha…rupanya tadi di sekolah dia diajarkan menulis ‘buku’. Sekilas sembari menyusul ke playground saya buka-buka. Lumayan. Selain beberapa kalimat yang ia buat, buku itu dilengkapi dengan ilustrasi gambar coretan ala anak enam tahun. Meski hanya sekedar coretan, tapi cukup jelas untuk menggambarkan maksud yang ingin dia sampaikan. Tak lupa ia pun menuliskan angka sebagai penanda halaman di setiap lembar kertas.

Di halaman pertama ia tulis begini: one day thar was a little grie she has a pat and her name is klora snd the baby name is gora”. Di halaman itu pula ia menggambar seorang gadis dan dua ekor binatang berwarna coklat. Saya tidak bisa mengidentifikasikannya hingga ia katakan bahwa binatang tersebut adalah kangguru.

Continue reading “Bagaimana Australia mendorong anak menulis buku?”

Bagaimana literasi di Australia

“Kenapa ini seperti home schooling?”.

Begitu protes Amira saat saya coba menuliskan rencana aktivitas hari itu. Terlihat senyum keberatan karena masih masanya school holiday. Sebaliknya, saya pun membalas kembali dengan senyuman sembari berlalu untuk kemudian menggantungkan whiteboard jadwal harian tersebut dikamarnya.

Terhitung sejak pertama datang,  hingga saat ini Amira sudah 2,5 tahun bersekolah di sini. Baru semester terakhir ini kami melakukan pengawasan yang lebih ketat dalam proses pembelajaran di rumah. Bukan tanpa alasan. Pertama, Amira  masuk grade 5 tahun ini. Jadi harus dibiasakan belajar tiap hari. Harapannya, ketika pulang ke Indonesia kebiasaan belajar di rumah sudah terbangun. Kedua, fokus dan teknik pembelajaran di sini berbeda. Jadi, apa yang diperoleh Amira di sini, sangat mungkin tidak akan diperoleh di Indonesia. Jadi, mumpung di sini hal-hal yang menarik sepertinya wajib dikuasai.

Continue reading “Bagaimana literasi di Australia”

Bagaimana Australia asah daya kritis anak?

“Critical thinking itu harus dilatih. Ia tidak begitu saja muncul meski seseorang rajin membaca”.

Begitulah kesimpulan yang bisa saya ambil dari diskusi di grup ibu-ibu pelajar di sini. Saya sendiri membenarkannya. Masih teringat saat liburan SD bapak saya sering membawakan buku-buku cerita dari perpustakaan sekolah. Kisah Ken Arok, kisah walisongo, termasuk buku Siti Nurbaya, lima sekawan, serta buku Agatha Christy sempat saya lahap. Plus majalah Bobo dan Ananda yang populer di era 80an.

Faktanya, sampai SMA saya selalu deg-degan kalau ada diskusi. Paling bingung kalau disuruh bertanya. Selalu plegak-pleguk kalau disuruh berdiri di depan kelas

Dalam hal ini saya teringat komentar guru geografi saya waktu itu. Katanya, kelas ini kalau diperas tinggal 7 orang saja. Menurutnya, kami kurang kritis. Nylekit alias menusuk ke ke lubuk hati memang kata-kata beliau. Guru saya ini termasuk sudah sepuh dan idealis.  Saya sering menjadi bulan-bulanan saat beliau mengajar. Pasalnya, saya duduk di meja paling depan dan sering menjadi sasaran pertanyaan-pertanyaannya. Apesnya lagi, saya sering gagal menjawab pertanyaannya dengan baik. Terkadang saya hanya  bisa menunduk terdiam dengan pertanyaannya yang tiba-tiba.

Continue reading “Bagaimana Australia asah daya kritis anak?”

Bagaimana TV Australia dukung program sekolah?

Sepertinya saya harus meminjam jempol anda untuk saya acungkan stasiun TV ABC. Pertama, TV tersebut sudah turut membantu Ayla lancar membaca. Kedua, kalau anda sempat membuka video Amira yang saya posting beberapa hari lalu, maka sesungguhnya video itu adalah bagian dari kegiatan pembelajaran yang didukung oleh stasiun TV tersebut.

Continue reading “Bagaimana TV Australia dukung program sekolah?”

Sleepover: isi liburan dengan menyenangkan dan mencerdaskan

‘This is the best day ever’

Sembari ber-scooter di area parkiran gadis lima setengah tahun itu berseru. Langsung saya menyahut, ‘why is today the best day ever for you, Arrayah?’.

‘….because sleepover’, kembali ia berseru dengan senyum yang terus tersungging. Saya sendiri tidak pernah menyangka kalau sleepover bisa membuat Arrayah, Ayla, Aretha, dan Amira begitu gembira. Beberapa hari sebelumnya Ayla terlihat sangat bersemangat saat saya sampaikan bahwa Arrayah akan bermalam di rumah

Hmm…bagus juga untuk mengisi liburan Amira dan Ayla. Harapannya, kehadiran teman bisa mengurangi aktivitas nge-game dan nonton video. Hingga akhirnya terfikir untuk menjadikan sleepover sebagai sebuah project buat Amira dan Aretha yang kini sudah di grade 3/4.

Ya, kenapa tidak mengadopsi ‘tahu isi’ dan BtN menjadi salah satu program school holiday. Jujur saja, saya sering dibuat tertohok saat Amira katakan: I don’t like school holiday. It’s booring. Jadi, smoga sleepover bisa mengurangi rasa bosan anak sepuluh tahun itu.

Segera saja saya diskusikan rencana ini dengan mbak Rini Ardhi pratomo, orang tua Arrayah dan Aretha. Termasuk, rencana memberikan iming-iming reward belanja bersama di salah satu counter alat tulis yang digandrungi anak-anak.

Begitulah. Seminggu sebelum liburan tiba saya dan mbak rini sudah memberitahukan kepada Amira dan Aretha. Kedua gadis itu, sebagai mana kebanyakan anak lain di kota ini, begitu terobsesi dengan alat-alat tulis beserta aksesories dengan satu merk yang sangat populer. Sering kali Amira mem-browse produk-produknya dan memperlihatkan ke saya kalau ada beberapa produk yang mendapat diskon. Jujur saja kadang agak jengah juga saat anak itu merengek.

Jadilah, terfikir untuk memanfaatkan obsesinya itu dengan satu kegiatan yang bermanfaat. Caranya?

Dengan mensyaratkan sebuah video. Saat itu saya belum terfikir tentang tema. Saya hanya berharap Amira dan Aretha menggarap video untuk mereka berempat.

Setelah beberapa hari berselang, Amira mengatakan bahwa temanya tentang sekolah. Katanya, itu hasil diskusinya dengan Aretha. Sampai dengan hari H, Jumat 18 September 2015, saya masih belum punya ide tema video mereka.

Sore harinya, saat mereka berempat sudah berkumpul di rumah, Aretha mengatakan bahwa ia mendapat tugas membuat project tentang all around in Indonesia untuk school holiday dari mamanya. Ya, sudah. Akhirnya saya usulkan agar mereka berdua membuat video yang menyandingkan antara Jawa dan Makassar. Aretha, dari Jawa, menulis tentang Makassar. Amira, lahir di Makassar, menulis tentang Jawa.

Beberapa bulan sebelumnya mereka beredua memang pernah ditugaskan untuk membuat video semacam itu disekolah. Saat itu mereka membuat presentasi China Vs Australia. Jadi, mereka sudah tau poin-poin apa saja yang harus dimasukkan dalam video.

Begitulah…saya tak menyangka mereka begitu bersemangat mengerjakan project Java vs Makassar. Selepas maghrib keduanya sibuk mem-browsing informasi tentang traditional food dan traditional dancing.

Rupanya menemukan informasi tentang Jawa dan Makassar tidak mudah buat mereka berdua. Alasannya sederhana. Mereka menggunakan kata kunci bahasa Inggris. Alhasil, terkadang informasi yang mereka dapat kurang pas menurut saya. Padahal, kalau mereka menggunakan bahasa Indonesia, pasti informasinya ‘ombyokan’.

Hingga keesokan harinya mereka masih melanjutkan project-nya. Saya sempat dibuat terharu saat Amira membuka video tari gambyong yang diiringi gamelan jawa di Youtube. Terus terang saja, saya belum banyak memperkenalkan tradisi Jawa kepada anak itu. Bagaimanapun juga ia memiliki darah jawa.

Menjelang sore mereka pun menyatakan bahwa video telah diselesaikan. Langsung saja, saya minta mereka menunjukkan hasil kerjanya. Mereka berdua terlihat agak grogi saat itu. Mungkin penasaran mendengar komentar saya.

Hmmm…Menarik, meski belum berhasil membuat saya mengatakan wow…

Bagaimanapun, saya sangat menghargai hasil karya mereka berdua. Dalam waktu sehari semalam, meski tentu diselingi dengan bermain dan melihat video kesukaan mereka, video itu berhasil diselesaikan.

Saat itu saya saya hanya mengatakan “good..but what do you think?” Lanjut saya, “Is it good, awesome, excellent, or super duper quality work” (Istilah terakhir adalah istilah yang sering digunakan oleh teacher untuk disematkan pada hasil kerja siswa yang sangat sangat bagus. Mereka berdua hanya senyum-senyum). Sepertinya mereka juga menyadari bahwa video mereka kurang ‘wow’. Mereka juga menyadari ada beberapa informasi yang perlu di tambahkan. Pada akhirnya, mereka bersepakat untuk memperbaikinya sebelum reward diberikan.

Sleepover barangkali tidak terlalu umum di Indonesia Indonesia. Apalagi untuk anak-anak usia sekolah dasar. Makanya, untuk menerjemahkannya menjadi ‘menginap’ atau ‘bermalam’ pun sebenarnya tidak terlalu pas. Menurut wikipidia, sleepover disebut juga sebagai ‘pajama party’ atau ‘slumber party’ yang merupakan ‘a party most commonly held by children or teenagers where a guest or guests are invited to stay overnight at the home of a friend, sometimes to celebrate birthdays or other special events’. Dengan kata lain, sleepover adalah suatu kegiatan untuk anak-anak atau remaja yang biasanya dirangkaikan dengan acara ultah atau acara lain dimana anak kemudian bermalam di rumah temannya.

Ternyata setelah digoogle sleepover memiliki banyak manfaat sebagaimana dalam gambar yang diunggah di https://www.understood.org/en/friends-feelings/child-social-situations/birthday-parties-sleepovers/at-a-glance-4-reasons-why-sleepovers-are-important.

manfaat sleepover

Begitulah…yang jelas saya belajar banyak dari kegiatan sleepover keempat anak primary school tersebut. Kalaulah itu project Amira dan Aretha, pada dasarnya untuk seluruh kegiatan sleepover itu sendiri adalah project saya. Ya, sebuah mini project yang bisa saya gunakan untuk membangun kerangka berfikir dalam konteks organisasi. Hanya saja, tujuan utama untuk saat ini adalah bagaimana menciptakan kegiatan belajar yang menyenangkan.

Hal pertama yang terlihat dengan sleepover tersebut, bagi Amira dan Aretha, mereka belajar bekerja sama menggabungkan ide hingga menjadi sebuah video. Sebagaimana dalam gambar tentang manfaat sleepover, mereka saling belajar tentang perbedaan, terutama dalam hal kebiasaan masing-masing (point 2: dealing with difference dan adapting to different routine). Bagi Amira dan Ayla, setidaknya mereka belajar juga bagaimana menjadi tuan rumah yang baik.

Bagi saya? Keberadaan Aretha dan Arrayah membuat saya semakin mengenal Amira dan Ayla. Sleepover memberikan kesempatan kepada saya untuk lebih mengetahui apa topik pembicaraan, kesukaan, dan keinginan mereka. Termasuk apa yang mereka pelajari dan lakukan di sekolah.

Malam itu Arrayah dan Ayla bermain sekolah-sekolahan. Dengan spidol dan whiteboard mereka berbicara tentang ‘emotion’. Mereka berdua mencoba mengidentifikasi apa saja yang termasuk sadness dan happiness. Salah satunya dengan membuat gambar smiling face dan sebaliknya. Mereka juga membagi emotion dengan membuat garis yang membedakan sadness dan happiness. Saat saya tanya apa itu emotion, Arrayah katakan “Emotion is like you feeling sad or…”, atau mereka membuat contoh good is happiness, and fire is sadness. Lanjutnya lagi, “fire is anger. And that is bad”. Agak heran juga saya. Dari mana mereka mendapatkannya. Ternyata, siangnya mereka baru saja mendapatkan pelajaran tersebut di sekolah.

emotion

Keesokan harinya saat mereka berdua merengek memohon untuk diijinkan membuat potion. Jujur saja saya sangat membenci benda tersebut. Saya mengenal kosa kata tersebut dari Amira dan Ayla. Potion adalah ramuan yang biasanya digunakan oleh penyihir. Bisa dipastikan jika saya ijinkan banyak yang harus dibereskan usai mereka membuat potion. Belum lagi adonan potion biasanya menempel di meja atau tertumpah. Meski sebenarnya saya juga penasaran kenapa anak-anak begitu menyenangi potion.

Akhirnya, saya ijinkan juga. Mereka pun meminta wadah, terigu, air, pewarna makanan, gula, dan garam. Tak butuh waktu lama hingga mereka pun tenggelam dalam kesibukan membuat potion. Baiklah, dari pada saya nanti hanya disibukkan urusan beres-beres mending saya praktekkan saja literacraft-nya mbak Pratiwi Retnaningdyah dan mbak Zubaidah Ningsih. Sembari saya rekam kegiatan mereka saya minta mereka menjelaskan apa yang mereka lakukan. “…and we gonna put some tissue..smash..smash”. Mereka menyebutnya “yucky potion”. Bagaimana tidak yucky kalau mereka masukan busa dengan sponse yang biasa saya gunakan untuk cuci piring. Meski begitu, mereka terlihat begitu bergembira mencampur dan mengaduk-aduk potion.

potion

Ah, mungkin kegembiraan mereka sama dengan kegembiraan masa kecil saya saat membuat minyak dari campuran air dan daun ‘ontang anting’ yang ditumbuk dengan batu kemudian diperas. Atau seperti saat saya membuat adonan sambal dari parutan batu bata dan tanah yang kemudian dituangkan dalam irisan dedaunan.

Begitulah, keempat anak itu terlihat sangat menikmati sleepover-nya. Aktivitas lain yang mereka lakukan selain membuat video dan ‘belajar’ ala Ayla dan Arrayah, mereka juga mengajak ke “park”. Di sini lah mereka menemukan jenis permainan yang mereka namakan “swingsis” atau swinging sisters.

Untuk keterangan lebih jelas tentang permainan ini, silakan dicermati hasil tulisan Amira tentang sleep over. Selain membuat video tersebut, saya memang memintanya untuk membuat tulisan tentang kegiatan yang ia lakukan selama sleepover. Alhamdulillah, tanpa harus diingatkan berkali-kali ia berhasil menyelesaikannya dua hari setelah ia perbaiki video bersama Aretha.

Rupanya kegiatan sleepover cukup membekas dan hasilnya juga terlihat di hari-hari berikutnya. Sejak saat itu Amira cukup rajin untuk menuliskan kegiatannya. Demikian halnya dengan Ayla yang juga menulis salah satu ‘episode’ saat sleepover. Di balik semua itu, ada satu hal yang mungkin menjadi pendorong: Reward. Sengaja saat memilih hadiah atas video yang ia buat saya arahkan untuk membeli perlengkapan alat tulis. Manfaatnya agar bisa digunakan untuk memperindah tugas-tugasnya, diantaranya stabillo, pulpen, spidol, serta pensil. Syukurlah dia setuju. Dan sejak saat itu pula, sebagaimana yang saya katakan, gadis itu rajin menulis dan menghias.

sleepover amira gabung

Tadi malam tanpa sengaja Amira menemukan buku 1001 inventions and awesome facts from muslim civilization kenang-kenangan dari mbak Diana Setyawati. Sudah lama buku itu saya letakkan di rak meja. Selama ini saya lah yang sering membuka-buka buku tersebut karena kebetulan memang sedang gandrung-gandrungnya mengkaji tentang peradaban Islam.

Ia buka buku tersebut. Ia katakan, “this book is really awesome. I like the picture”. “I want to make a poster from this book”. Wow…pucuk dicinta ulam pun tiba. Saya coba menekan antusiasme saya. Kuatirnya, kalau langsung saya minta membuat macam-macam justru dia mundur. Biarlah ia menemukan sendiri pengetahuan itu.. Langsung saja, ia ambil buku gambar dan peralatan tulis menulisnya dan memulai dengan menulis judul. Hingga akhirnya saya yang justru menghentikan kegiatannya karena sudah waktunya tidur.

Sempat saya katakan juga, ‘what about if you make a video which tell people about your poster. It would be really awesome”. Saking bersemangatnya, sempat juga saya sampaikan bahwa video itu bisa menjadi amalan yang abadi jika itu bisa memberikan manfaat buat orang lain. Hanya saja, sepertinya ia tidak tertarik untuk menanggapi ‘ceramah’ saya. Malah ia jawab, “Can I buy a watch if I make it?”. Hadeh…ya sudahlah saya sudah cukup bahagia melihatnya mau membaca buku tersebut dengan keinginannya sendiri.

Intinya?

Bagi saya, sleepover menjembatani untuk menemukan metode pembelajaran yang menyenangkan untuk Amira dan Ayla. Tidak muluk-muluk yang ingin dicapai. Cukup menanamkan rasa ingin tau yang besar agar kelak mereka tertarik untuk mempelajari apa saja. Caranya, dengan menggabungkan hobby dengan materi pembelajaran. Misalnya, bagaimana memanfaatkan hobby nonton video dan mewarnai untuk mengasah kemampuan berbahasa, baik secara lisan maupun tulisan.

Ingin mencoba?

sleepover ayla

Hati-hatilah memilih tempat tinggal di Australia

Bagi Kate, bisa jadi saya diibaratkan hantu. Ah…mungkin saya saja yang terlalu lebay. Saya memang sengaja menjelmakan diri menjadi hantu bagi Kate. Hantu yang selalu siap membayang-bayanginya setiap hari hingga semua masalah saya dituntaskan. Sejak awal, sebenarnya sudah mulai ada keraguan untuk menandatangani kontrak di unit baru. Hanya saja, kala itu saya sudah tidak mempunyai pilihan lain. Hingga akhirnya saya pun berurusan dengan serentetan masalah panjang yang terlihat sepele namun sangat menyita pikiran.

Kate adalah property manajer pada realestate agent untuk unit yang saya tempati saat ini. Setiap ada masalah terkait unit dia lah yang bertanggungjawab menindaklanjuti. Sayangnya, unit yang saya tempati banyak sekali masalahnya. Sayangnya lagi, ia juga satu-satunya property manager di realestate agent tersebut. Jadilah masalah saya yang terlihat sepele menjadi terlihat banyak di matanya karena hanya dia yang menangani.

Saya akui, saya kurang teliti mencermati unit tersebut saat inspeksi beberapa minggu sebelumnya. Waktu 15 menit saat inspeksi seharusnya saya gunakan untuk memeriksa secara detil unit tersebut. Dari blind, toilet, kompor, halaman belakang, garasi, termasuk kran-kran. Sayangnya saya gagal di urusan pertama. Saya hanya mengedarkan pandangan di setiap ruangan. Saat itu semua terlihat baik-baik saja. Ya, sudahlah apply saja. Apalagi saya sudah di tolak pada dua unit yang saya minati.

Continue reading “Hati-hatilah memilih tempat tinggal di Australia”