Kegagalan Propaganda Fir’aun

Dalam menghadapi Fir’aun, Nabi Musa tidak meminta pasukan perang. Padahal, ancaman pembunuhan terhadapnya jelas di depan mata. Sebaliknya, dalam doanya yang masyur, Nabi Musa justru memohon kelapangan dada, kemudahan urusan, serta dilepaskan dari kekakuan lidah. Kisah Nabi Musa memang sangat menarik untuk dicermati. Dalam tulisan ini saya mencoba memaparkan bagaimana Nabi Musa justru diuntungkan dari propaganda yang didesain oleh Fir’aun.

Menghadapi kenyataan bahwa dirinya tidak mampu membantah fakta yang ditunjukkan oleh Nabi Musa, Fir’aun pun menyusun strategi. Pesihir-pesihir hebat di seluruh penjuru negeri dikumpulkan. Tak hanya itu, diumumkan juga kepada seluruh penduduk agar berkumpul pada hari yang telah ditentukan dan mengikuti para pesihir, jika mereka menang. Silakan di garis bawahi: mengikuti para pesihir. Kata-kata ini akan menjad kata kunci dalam episode ini.

Di sisi lain, kondisi ini menaikkan posisi tawar para pesihir. Fir’aun menawarkan imbalan yang besar dan mereka juga akan mendapatkan kedudukan jika mereka berhasil menang melawan Nabi Musa.

Adegan berikutnya seperti yang pernah kita dapatkan saat di bangku SD, para pesihir lalu melemparkan tali-temali dan tongkat-tongkat mereka seraya berkata, “Demi kekuasaan Fir’aun, pasti kamilah yang menang”. Kemudian Nabi Musa melemparkan tongkatnya, maka tiba-tiba ia menelan benda-benda palsu yang mereka ada-adakan.

Bagaimana reaksi para pesihir menyaksikan semua itu? Mereka pun tersungkur dan bersujud. Mereka berkata, “Kami beriman kepada Tuhan seluruh alam, (yaitu) Tuhannya Musa dan Harun. Ya, para pesihir itu tersungkur dan mengakui adanya Tuhan seluruh alam.

Masih ingat pesan Fir’aun kepada penduduk? Ikuti para pesihir.

Ketika Fir’aun mengancam para pesihir bahwa mereka akan dipotong tangan dan kaki secara bersilangan, mereka justru menampakkan keyakinannya yang kuat sembari mengatakan, “Tidak ada yang kami takutkan, karena kami akan kembali pada Tuhan Kami. Sesungguhnya kami sangat menginginkan sekiranya Tuhan kami akan mengampuni kesalahan kami, karena kami menjadi orang yang pertama-tama beriman.”

Ending yang sangat bagus bukan?

Kalau kita kembali pada doa Nabi Musa, maka kisah ini hendaknya mampu membangkitkan optimisme kita dalam segala keterbatasan apapun. Ketika kita tidak memiliki dana, fasilitas, infrastruktur, dan sumber daya yang terlihat nyata secara kasat mata, kita harus tetap memiliki keimanan, Allahlah yang akan mendatangkan kekuatan itu dari arah yang tidak kita sangka-sangka.

Dalam menjalankan sebuah mission impossible, Nabi Musa tidak meminta pasukan, tidak meminta kuda perang, tidak meminta perbekalan. Nabi Musa hanya mengatakan, Rabbish rohli sodri wayassir li amri, wahlul ‘uqdatammillisaani yafkohukouli, artinya Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar mereka mengerti perkataanku. Untuk sebuah mission impossible, Nabi Musa hanya membutuhkan kelapangan dada, kemudahan urusan, dan melepaskan dari kekakuan lidah, bukan sumber daya lainnya.

Dalam hal ini Nouman mengatakan, Nabi Musa tidak membutuhkan media campaign. Fir’aun lah yang justru membuat propaganda, mengerahkan media, mengumpulkan orang orang, dan berani mengeluarkan banyak uang untuk para pesihir jika mereka menang. Hingga pada akhirnya, keadaan justru berbalik. Skenario yang dibangun Fir’aun hancur berkeping-keping. Pesihir jatuh tersungkur melihat mukjizat tongkat Nabi Musa dan justru menyembah Allah.

Kisah Nabi Musa menghadapi Fir’aun membawa pesan yang sangat dalam di mana kita harus tetap memiliki keimana dan keyakinan bahwa hanya Allah lah penolong kita. Dalam kondisi se-impossible apa pun, kepercayaan dan keimanan harus tetap kita miliki, karena pertolongan itu bisa datang dari arah yang tidak kita sangka-sangka…

Wallahu a’lam

Leave a comment