NEGARA MAJU VS BERKEMBANG

Apa beda negara maju dan negara berkembang? Buanyak…..

Suatu ketika saya menemukan sebuah slide hasil terjemahan surat berbahasa Inggris yang dibuat oleh Erry Riyana Hardjapamekas. Menarik…dan sejak saat itu slide itu selalu saya gunakan sebagai Ice Breaker setiap kali  memulai materi lingkungan pengendalian sebagai bagian dari Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Beberapa kali saya tayangkan slide tersebut hampir seluruh peserta sepakat dengan isi slide.

Slide tersebut menyandingkan Mesir dan India sebagai negara dengan sejarah panjang namun masih dalam keterpurukan ekonomi. Di sisi lain, Singapura, Kanada, Australia, dan New Zealand menjadi negara maju meski usianya masih dibawah 150 tahun. Slide tersebut juga menyatakan bahwa sumber daya alam apalagi ras bukanlah penyebab perbedaan tersebut. Jepang yang miskin sumber daya manusia mampu menjadi raksasa ekonomi kelas dua dunia. Swiss, negara yang tidak mempunyai perkebunan coklat tapi justru mempunyai coklat terbaik di dunia. Itu dari sisi sumber daya alam.

Dalam hal kecerdasan pun sebenarnya tak ada perbedaan antara negara maju dan berkembang. Di Indonesia sendiri banyak anak-anak indonesia yang mengukir emas dalam olimpiade fisika di tingkat dunia. Orang-orang kulit hitam pun ternyata mampu menjadi tenaga kerja yang produktif ketika mereka bekerja di negara maju. Ending slide tersebut menyatakan bahwa perbedaannya terletak pada sikap/perilaku masyarakatnya, yang telah dibentuk sepanjang tahun melalui kebudayaan dan pendidikan. Berdasarkan analisis atas perilaku masyarakat di negara maju, mayoritas penduduknya sehari-harinya mengikuti/mematuhi prinsip-prinsip dasar kehidupan sebagai berikut

  1. Etika, sebagai prinsip dasar dalam kehidupan sehari-hari
  2. Kejujuran dan integritas
  3. Bertanggung jawab
  4. Hormat pada aturan & hukum masyarakat
  5. Hormat pada hak orang/warga lain
  6. Cinta pada pekerjaan
  7. Berusaha keras untuk menabung & investasi
  8. Mau bekerja keras
  9. Tepat waktu

Sebaliknya, di negara berkembang hanya sebagian kecil orang-orang yang mematuhi prinsip hidup di atas.

Biasanya, peserta cenderung sepakat dengan slide di atas. Namun, ketika saya mengajar di salah satu kelas peserta memberikan tanggapan di luar dugaan. Pertama, dari sisi ukuran maju dan berkembang saja mereka sudah mengkritik. Apa dasar satu negara dikategorikan berkembang dan satu negara dikategorikan miskin? Siapa yang membuat ukuran-ukuran tersebut?

Seperti biasa, saya coba lemparkan pertanyaan tersebut ke floor. Selain untuk memperkaya diskusi yang pasti memberi saya kesempatan untuk berfikir mencari jawaban. He..he..he…rahasia pengajar terbongkar nih.. Satu peserta menjelaskan tentang pendapatan per kapita. Memang benar ukuran itulah yang digunakan untuk menilai tingkat kesejahteraan masyarakat. Tapi, peserta lain mengkritik ukuran yang telah menjadi kesepakatan di seluruh dunia tersebut. Untung saja saya sempat belajar ekonomi makro beberapa tahun silam. Untuk pertanyaan yang satu ini saya bisa menjawab dengan sukses. Pertanyaan berikut…kenapa harus Singapura, Jepang, New Zealand dan Australia yang dijadikan contoh? Bukankah negara-negara di Timur Tengah pun banyak yang kaya? Kenapa Brunei Darussalam tidak masuk dalam contoh? Iya ya..kenapa selama ini tidak terfikirkan. Hmmmm….

Setelah berkelit dengan menggunakan strategi jitu pengajar akhirnya saya temukan jawaban.

Apa kira-kira? 

Ya….apa yang menarik dari negara-negara yang belum cukup berumur 150 tahun di atas? Dan..Apa yang tidak dimiliki oleh negara-negara kaya yang tidak disebutkan oleh teman kita?

Swiss, Jepang, Australia, New Zealand adalah negara-negara yang miskin sumber daya alam. Jepang dan Singapura terlebih lagi. Dengan segala keterbatasan tersebut mereka sanggup menggerakkan ekonomi hingga mengalahkan negara-negara yang justru berlimpah sumber daya. Itu yang menjadi menarik. Sebaliknya, wajar kalau negara-negara penghasil minyak menjadi negara yang kaya meski dari sisi tata kelola pemerintahannya sangat lemah. Mesir bahkan baru saja sang presiden digulingkan oleh mahasiswa karena ketidakberesan dalam kekayaan. Bagaimana dengan Brunei? Apa yang menarik dari Brunei ya…

Jawaban pertanyaan ini sebenarnya sama dengan analogi pertanyaan berikut:

Kalau ada orang yang kaya karena mendapat warisan yang melimpah dari orang tuanya apakah kita akan terkagum-kagum? Hmmm..tidak menarik bukan membicarakan orang semacam ini? Sebaliknya, kalau ada yang secara sosial tidak duntungkan oleh keadaan namun karena kegigihannya berjuang ia menjadi sukses tentu lebih menarik untuk dibicarakan bukan? Pasti akan banyak orang yang akan mencari tau apa rahasia kesuksesannya. Kemudian, kisahnya akan menginspirasi orang-orang senasib untuk menapaki jejaknya. Begitu pula dengan kisah negara-negara di atas.

Hingga tengah hari materi saya bawakan ternyata peserta tadi masih pada pendapat semula. Pont-nya, kenapa kita harus belajar pada negara-negara maju tersebut? Begitu poranda kah negeri ini sehingga tak ada nilai-nilai luhur yang bisa digali? Ya.. pada prinsipnya peserta tersebut ingin mengatakan bahwa kita tidak perlu ‘mengagung-agungkan’ negara maju yang kebetulan juga ‘barat’ kalau ingin memperbaiki negeri ini. Memang sulit untuk tidak menyinggung negara tersebut karena secara filosofis konsep tata kelola pemerintahan yang baik lahir di sana, reformasi birokrasi pun mereka yang memimpin. Belum lagi terbukti rating korupsi di negara tersebut sangat rendah. Pulayanan publik? Jangan ditanya…

Jadi, masih perlukah menyangkal? Atau, begitu sulitkah berlapang dada belajar dari negara lain?