SABAR

Beberapa hari ini tiba-tiba muncul pertanyaan di kepala, kenapa sih Allah harus memberikan pahala kepada orang-orang yang sabar? Mengapa harus dikasih pahala, bukankah kesabaran tersebut pada akhirnya yang menikmati juga manusia? Katanya, pahalanya tanpa batas pula.

Pertanyaan tersebut muncul saat saya menjalani infus tulang kedua. Saat itu suster yang menangani saya mencoba mengalihkan perhatian saya dengan menanyakan banyak hal. Hal ini penting karena mencari pembuluh vena saya tidak mudah, beberapa kali harus gagal. Jadi ngobrol adalah satu-satunya cara agar saya tetap rileks.

Saat itu dia tanyakan, “Jadi ibu sudah ikhlas ya?” Saya jawab, “Ya, mau gimana lagi, saya tidak ada pilihan lain, marah-marah juga tidak ada gunanya.”

Pertanyaan suster tersebut terus terngiang-ngiang. Iya ya. Dalam kondisi saat ini bagi saya sabar menerima takdir adalah yang terbaik. Ya, dijalani saja.

Tapi, lalu muncul lagi pertanyaan di atas, kalau kesabaran yang saya jalani ini bermanfaat dan menjadi pilihan terbaik bagi saya saat ini, mengapa Allah perku memberikan pahala bagi orang sabar. Dalam bahasa jawanya, sabar-sabar dewe, untung-untung dewe, kok dikei hadiah meneh.

Belum terjawab satu pertanyaan muncul lagi pertanyaan lain, sabar yang seperti apa yang mendapat pahala, apakah seluruh kesabaran berpahala? Pertanyaan yang lebih mendasar lagi, sabar itu sakjane opo sih? Jangan-jangan pemahaman saya tentang sabar tidak sampai pada esensi sabar yang sebenarnya. Jangan-jangan saya sudah geer tapi ternyata bukan kesabaran itu yang dimaksud.

Berbekal pertanyaan tersebut saya mencoba mengulik jawaban melalui mesin pencari dengan mengetikkan kata “makna sabar”. Banyak artikel yang mengulas, tapi masih umum dan belum menjawab pertanyaan-pertanyaan saya. Demikian halnya ketika saya coba cari di kanal video, kajian-kajian tentang sabar kebanyakan tentang ketangguhan seseorang dalam menghadapi ujian atau cobaan.

Lalu, saya coba menambahkan “pdf” pada kata kunci yang saya masukkan ke mesin pencari. Wow, takjub, ternyata banyak kajian dalam jurnal-jurnal, bahkan ada juga skripsi yang mengupas tentang kesabaran. Pemahaman mencerahkan juga saya dapatkan pada video Mufti Menk dan Dr Yasir Qadhi yang mengantarkan saya pada makna sabar yang lebih progresif.

Dari literature yang saya baca, memang benar sabar lebih sering dimaknai secara pasif, bahkan ada yang memaknainya sebagai sebuah kepasrahan, menerima takdir tanpa melakukan sebuah usaha yang keras untuk mengubahnya.
Dalam Al-Qur’an ternyata Allah menyebut kata sabar sebanyak 70 kali, beberapa literatur menyebut lebih. Kalau kita membaca satu per satu ayat-ayat tersebut kita akan mendapati bahwa sabar ditempatkan dalam berbagai konteks.
Sehingga menelusur makna sabar akan lebih mudah diperoleh ketika kita membaca tafsir tentang ayat-ayat kesabaran. Rangkuman keren saya dapatkan dari tulisan Sopyan Hadi dalam Jurnal Madani Volume 1 Nomor 2 Tahun 2018 dengan judul Konsep Sabar dalam Al-Qur’an.

Hadi (2018) mencoba mencari makna sabar dengan menyandingkan tafsir Hamka dan tafsir Al Misbah. Dari jurnal tersebut, sabar tidak hanya dimaknai ketika seseorang mendapatkan musibah, tetapi ada dua kesabaran lain yang tak kalah penting untuk digaris bawahi, yaitu sabar dalam ketaatan kepada Allah dan sabar dalam menjauhi lwrangan Allah. Kedua hal ini juga disebut oleh Syeh Yasir Qadhi dan Mufti Menk dalam kajiannya tentang sabarl.

Dalam hal menghadapi musibah, Allah memberikam contoh kesabaran Nabi Ayyub yang diuji dengan rasa sait dan Nabi Yakub yang mendapatkan ujan kehilangan Nabi Yusuf hingga kesabarann8ya diabadikan dalam Al Quran sebagai Shabran Jamiil.

Kesbaran dalam ketaatan sangat sering kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Contoh yang sangat sederhana adalah shalat. Prestasi saya dalam kesabaran shalat ini sangat buruk, terindikasi dari waktu yang saya gunakan dalam shalat dan surat-surat pendek yang saya pilih. Saya cenderung terburu-buru atau tidak sabar. Sebaliknya, ketika bermedsos saya sangat sabaaaaar sekali sampai lupa waktu.

Contoh lainnya tentu sangat banyak, mulai sabar mendidik anak, sabar ketika memasak di dapur, sabar dan tidak grusa-grusu dalam mengambil keputusan, sabar menjaga ucapan agar tidak menyakiti hati orang lain, sabar dalam menginisiasi perubahan, dan banyak lagi.

Boleh dibilang daribangun pagi kita sudah dihadapkan pada masalah kesabaran, mulai sabar shalat tahajud, sabar menghadapi anak, sabar menghadapi atasan di kantor, sabar beberes rumah hingga sabar membaca surat-surat yang dianjurkan sebelum tidur.

Mungkin karena itulah pahala sabar tanpa batas.

Wallahu A’lam

BERBAGILAH ILMU

Berbagi ilmu itu ternyata membuka kunci-kunci pintu ilmu lainnya. Begitulah yang saya dapatkan dari sharing Bincang STAN 93 tadi malam. Beberapa mingggu sebelumnya seorang kawan meminta saya untuk menjadi narsum kegiatan alumni yang dilaksanakan setiap Rabu malam. Sewaktu diminta Dikky Zulfikar jujur saya bingung tema apa yang akan saya bawakan. Kalau untuk yang serius saya belum sanggup. Tiba-tiba saja muncul ide sharing menulis bersama ananda. Awalnya saya hanya ingin berbagi pengalaman saja terkait bagaimana agar anak senang menulis. Tapi, lama-kelamaan bermunculan ide lain yang bisa dikaitkan dengan tema ini.

Saya memang mempersiapkan bahan paparan jauh hari sebelumnya. Kebetulan saya lagi seneng-senengnya belajar desain slide. Jadi sekalian saja menerapkan ilmu yang saya dapatkan dari akun IG para desainer grafis. Bisa dibilang setiap ada waktu saya siapkan paparan tersebut. Mengasyikkan ternyata, memadukan narasi dengan desain slide. Dari proses tersebut yang awalnya hanya ingin berbagi pangalaman saya justru tersesat di jurnal ilmiah.

Tiba-tiba muncul kata plagiarisme di kepala. Wah ya, sepertinya menarik juga digali apakah ada hubungannya antara banyaknya mahasiswa yang copy paste tugas-tugas penulisan makalah atau paper dengn kebiasaan menulis sejak dini.

Benar saja. Setelah dicermati, meski belum begitu mendalam, ternyata membangun literasi sejak dini itu merupakan salah satu cara untuk mencegah plagiat, sebagaimana dinyatakan dalam buku Strategi Hindari Plagiarism yang ditulis oleh Etty Indiarti seorang doctor di bidang antropologi yang telah menulis 20 buku.

Pemerintah memang telah mengeluarkan aturan terkait hal ini, yaitu PERMENDIKNAS NOMOR 17 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi. Langkah-langkah pencegahan di antaranya adalah dengan mendiseminasikan kode etik agar tercipta budaya antiplagiat, melampirkan pernyataan bahwa karya ilmiah bebas plagiat dan mengunggah secara elektronik karya ilmiah.

Untuk penanggulangannya diterapkan sanksi jika terbukti melanggar di antaranya berupa teguran, peringatan tertulis, pembatalan nilai hingga pembatalan ijazah apabila mahasiswa teah lulus dari suatu program. Oya, aturan ini tidak hanya berlaku untuk mahasiswa, tapi juga dosen/peneliti/tenaga kependidikan yang terbukti melakukan plagiat.

Sudah efektifkah aturan tersebut? Saya belum sempat menelusuri.

Terlepas dari upaya tersebut, dua hari lalu saya saya menemukan plagiarism map yang dibuat oleh Exsico yang merupakan salah satu penyedia layanan pengecekan originalitas sebuah dokumen yang berlokasi di Lithuania. Dari hasil evaluasi terhadap dokumen-dokumen yang diunggah melalui layanannya didapatlah peta negara dengan skor plagiatnya. Seperti yang sudah saya prediksi negara kita tercinta mendapatkan warna merah sebagai pertanda level plagiat yang tinggi, yaitu 29.8.  

Memprihatinkan meski saya ada beberapa hal yang bisa diperdebatkan dari peta ini, apa mungkin Kamerun, Madagaskar, Syiria memiliki prestasi yang spektakuler sehingga tingkat plagiasinya lebih baik dibandingkan Perancis dan Inggris? Atau Thailand, mengapa negara ini bisa begitu hijau dengan level plagiasi rendah di antara negara Asia lainnya. Apa iya, prestasi kita lebih buruk dibanding negara-negara di afrika atau amerika latin? Menarik untuk ditelusur lebih jauh. Jika memang demikian, apa kebijakan pendidikan yang diterapkan negara tersebut sehingga mampu menurunkan level plagiasi? Atau, hasil evaluasinya yang bermasalah?

Menarik ya, dari niat berbagi tentang pengalaman ternyata bisa membuka kunci-kunci pintu ilmu lain.

Unduh materi: