MENCINTAI

Inspirasi untuk menggali tentang makna dan arti kata ‘cinta’ muncul setelah saya bertemu muka denga andrea hirata dalam sebuah seminar pendidikan di Makassar beberapa waktu yang lalu. Selasai menikmati kobaran semangat andrea untuk memperbaiki kondisi pendidikan kita, langsung saya kembali ke kantor. Tidak berapa lama kemudian, rekan kerja yang duduk tepat di seberang saya menanyakan tentang seminar tersebut. Tidak banyak yang bisa saya jelaskan, karena saya memang bukan penutur cerita yang baik yang bisa menceritakan kembali detail apa yang saya dengar.

 

Bahkan, saya pun terkadang tidak bisa menceritakan kembali apa yang baru saja saya baca. Tentang hal ini, saya jadi teringat Zulfa, sobat saya semasa SMA. Dalam tulisan lain, mungkin akan menarik sekali untuk berkisah tentang sahabat saya ini.

 

Kembali kepada Andrea, satu kata yang saya ingat dari seminar yang saya ikuti adalah ’Mencintai’. Dalam bukunya, sebenarnya Andrea telah bercerita panjang lebar tentang Lintang, sahabatnya yang begitu mencintai ilmu yang dengan segala keterbatasanya tidak menyurutkan semangatnya untuk terus memuaskan dahaganya akan ilmu. Di sini, saya tidak akan membahas tentang lintang atau pun isi buku laskar pelangi. Keindahan buku tersebut tentu lebih indah jika dinikmati dengan membaca langsung bukunya.

 

Beberapa hari ini, saya mencoba mencari arti kata cinta dalam beberapa definisi bahasa lain. Dalam kosa kata bahasa Indonesia, cinta lebih banyak digunakan untuk menggambarkan hubungan antara pria dan wanita.  Kata cinta lebih banyak di obral oleh pasangan muda-mudi dari pada oleh golongan umur yang lain, orang tua apa lah lagi anak-anak. Berbarapa orang tua malah justru khawatir kalau sang anak yang masih balita mampu mengucapkan cinta. Teman saya bahkan sempat mewanti-wanti adiknya untuk mengingatkan balitanya karena sudah bisa mengatakan cinta. Tidak salah memang, karena cinta yang dimaknai disini, dan bahkan yang dikenal oleh balita-balita saat ini adalah cinta antara laki-laki dan perempuan. Dalam hal ini, stasiun TV saya fikir harus bertanggungjawab.

 

Sangat jarang, atau bahkan lucu, aneh kalau ada seorang anak yang mengucapkan: ”Ibu, aku mencintaimu” atau pun sebaliknya ”Anakku, Ibu mencintaimu”. Dalam sinetron, munkin pernah juga disebutkan meskipun sangat langka. Dalam dunia nyata, sepertinya tidak pernah saya dengar, apalagi dalam kultur jawa. Kata-kata cinta antara saya dengan suami, sepertinya hanya bertahan sampai Amira lahir. Itu pun, jarang sekali saya memakai kata cinta, saya lebih menyukai menggunakan love, I love you dari pada Aku Cinta Kamu, ataupun Aku Mencintaimu.

 

Saat saya membaca bukunya Anis Matta, Biar Kuncupnya Mekar Menjadi Bunga, saya sangat terkesan, terobsesi dan bertekad untuk melakukan hal sama, yaitu dengan mengucapkan kata cinta untuk orang-orang yang saya cintai. Kenyataannya, susah sekali saya ucapkan, meskipun perasaan cinta untuk orang-orang terkasih itu selalu menghiasi hati saya. Dengan anak saya pun, saya hanya mampu mengatakan: Bunda sayang sama Amira. Dengan suami saya? Tunggu duluJ.. kami bahkan lebih sering menggunakan kata cinta sebagai bahan ledekan. Terdengar lucu..

 

Dari sini, saya fikir, mungkin kata cinta tidak mempunyai makna sekuat love. Di dunia barat, love tidak hanya dimaknai sebagai cinta kepada kekasih ataupun seseorang. Dalam kamus Oxford Dictionary, Love berarti great interests and pleasure in something. Dalam hal ini arti love tidaklah sama dengan cinta dalam kosakata bahasa Indonesia. Tak heran jika: I love music, I love pizza, I love sport, I love cooking, I love it, sering kita dengar dalam percakapan-percakapan bahasa Inggris. Kalau dalam benda ataupu aktivitas-aktivitas saja bisa diungkapkan dengan love, apalagi untuk seseorang yang dikasihi. Bagi English-speakers, ’I love you’ adalah makanan sehari-hari, sebagai mana ’thanks’ dan ’please’.

 

Implikasinya? Kedangkalan makna cinta dalam bahasa Indonesia membuat saya berfikir bahwa hal ini secara tidak langsung berpengaruh pada perilaku kita terhadap sesuatu. Maksud saya, keengganan kita atau kekakuan kita mengucapkan kata cinta berpengaruh pada kuatnya hubungan kita dengan dengan individu lain, baik anak ataupun orang lain. Dalam pengamatan saya selama di negeri Kanguru ataupun dalam film-film barat, hubungan anak dengan orang tua sangat dekat. Komunikasi antara anak dan orang-tua seperti halnya komunikasi anak dengan teman-temanya.

 

Ketidak-harmonisan hubungan sosial masyarakat kita, mungkin salah satunya dipengaruhi juga oleh faktor bahasa. Karena bahasa juga menggambarkan budaya sebuah masyarakat. Dalam bahasa jawa, misalnya, ’tresno’ berarti cinta. Namun, lagi-lagi, tresno tidak ubahnya dengan cinta yang hanya digunakan untuk mengungkapkan pola hubungan antara pria dan wanita. Sebagai orang jawa, dalam hidup saya belum pernah sekali pun saya mengucapkan tresno kepada seseorang, bahkan kepada kedua orang tua saya. Demikian pula sebaliknya, saya juga belum pernah mendengar ibu atau bapak saya mengucapkan: nduk, aku tresno marang sliramu. Ya..dalam hidup saya tidak  pernah terucap kata tresno, cinta atau sayang untuk orang-orang yang saya kasihi. Saya tidak menafikan bahwa para orang tua pasti mencintai anak-anaknya, namun tidak pernah terkatakan. Tingkatan-tingkatan dalam bahasa jawa saya fikir juga menjadi penghambat komunikasi antar generasi.

 

Implikasi lainnya, ketiadaan makna cinta akan sesuatu yang positif, seperti ilmu, pekerjaan atau pun aktivitas tertentu berpengaruh juga terhadap kinerja kita. Keakraban kita dengan kata cinta, mungkin bisa juga mempengaruhi pemikiran, dan pada akhirnya mampu memperbaiki kinerja kita. Sebagai contoh, mencintai ilmu ataupun mencintai pekerjaan. Mungkin tidak banyak orang-orang di negara kita yang bisa kita kategorikan sebagai orang-orang yang mencintai ilmu atau mencintai pekerjaan. Sangat mudah untuk membedakan antara orang yang mencitai ilmu dan pekerjaan dengan orang-orang yang mencari ataupun memburu ilmu dan pekerjaan. Orang yang memburu ilmu dan pekerjaan menganggap bahwa ilmu dan pekerjaan adalah alat untuk meraih sesuatu.

 

Mungkin, perlu lagi dikaji lebih dalam hikmah Rasulullah menyuruh seorang sahabat untuk mengatakan cinta kepada orang yang dicintainya karena Allah. Saya lupa redaksi tepatnya. Suatu ketika sang sahabat mengatakan kepada Rasulullah, ”Ya, Rasulullah, aku mencintai orang itu karena Allah”, lalu Rasulullah bertanya, ’Sudahkah kamu mengatakan padanaya?” ”belum, ya Rasulullah”, jawab Rasulullah ”karena itu, katakanlah”