31 Desember 2015

Hari ini tanggal 31 Desember 2015. Ya, hari terakhir di tahun ini. Tak biasanya aku menulis catatan akhir tahun. Hanya saja rasanya kali ini aku perlu mencatatnya.

Kau tau, Nak. 2015 adalah tahun terberat sepanjang hidupku. Untuk itulah aku akan mencatatnya. Tahun 2015 adalah tahun dimana orang-orang dekat yang aku kenal dipanggil Allah satu per satu. Awal tahun, tepatnya sehari setelah ulang tahunmu, Bapakku menghadap-Nya.

Pertengahan April anak sepupuku juga menghadap Allah saat usianya masih 4 tahun. Kau tau, saat aku mendengar berita itu, aku tidak sanggup menahan air mataku. Bahkan untuk mengucapkan bela sungkawa pun aku tak bisa. Entah mengapa aku seperti turut merasakan kesedihan sepupuku sangat mendalam sebagaimana aku yang merasakannya.

Dan, tentu saja aku tak pernah menyangka mungkin itu menjadi satu pertanda bahwa aku pun akan kehilanganmu. Bahkan, masih di bulan yang sama. Ya, Allah memanggilmu pada tanggal 29 April 2015.

Sekitar sebulan kemudian, aku mendapat kabar bahwa istri bapakku meninggal. Tak selang beberapa bulan, dua sepupuku juga dipanggil Allah. Mereka dipanggil saat usianya 51 dan 20an tahun. Keduanya pernah tinggal dirumah orangtuaku.

Yang terberat, tentu kepergianmu. Hingga detik ini pun terkadang aku masih sulit bisa mempercayai bahwa aku sudah tidak bisa bertemu denganmu lagi.

Aku tau, aku harus tetap sabar menunggu hingga suatu saat kelak Allah mempertemukan kita…membiarkanku menciumimu dan mendekapmu dengan sangat erat…

Apa kabarmu hari ini, Nak? Smoga kau selalu dilimpahi kebahagian bersama para kekasih-Nya. Kau tau, Nak. Sejak memasuki bulan Desember ini aku sering mendapati diriku begitu resah. Aku tak bisa membayangkan saat hari kelahiranmu tiba. Ya, 7 Januari sudah begitu dekat. Hari-hari begitu cepat seolah berlari mengejarku. Aku tak lupa selalu menghitung sudah berapa lama kau tak bersamaku. Sungguh, rasa kehilangan itu belum bisa kuhalau sepenuhnya.

Kau tau, Nak. 2015 adalah tahun duka untukku. Aku tak pernah bisa sanggup mengingat hari-harimu sejak ulang tahunmu yang ke dua. Bahkan untuk menuliskannya pun sepertinya aku tidak sanggup. Sehari setelah ulang tahunmu, Embah Kakungmu meninggalkanmu untuk selamanya. Aku masih ingat dengan jelas saat kita berdua ke Salatiga. Ya, hanya berdua. Kau dan aku. Tapi, aku tak sanggup menahan perihku saat semua lintasan ingatan itu kembali memenuhi fikiranku.

Menggambarlah, dan Kau akan Diingat

Beberapa hari ini muncul keinginan yang kuat untuk menjadi seorang kartunis. Setiap ada kesempatan, saya sempatkan berguru pada youtube. Sejak saat itu saya pun mulai menancapkan komitmen untuk meluangkan barang lima atau sepuluh menit setiap hari untuk menggambar. Hasilnya, beberapa bentuk wajah berhasil digambar.

Awalnya begini. Beberapa bulan lalu Amira dan Ayla sibuk sekali di depan laptop menyimak ‘how to draw’ dari youtube dengan selembar kertas dan sebatang pensil ada di hadapannya. Sesekali ia menggoreskan pensil ke kertas sembari tangan kirinya beberapa kali mem’pause’ agar mereka bisa menyempurnakan gambar sesuai instruksi guru virtualnya. Beberapa saat kemudian jadilah seekor kuda cantik bernama rainbow dash. Begitulah selama beberapa hari saat liburan mereka berhasil menggambar keluarga little pony dan gambar lainnya.

Saya sendiri cukup senang karena mereka punya kesibukan untuk mengisi liburan. Beberapa hari kemudian mulailah Ayla merengek meminta saya menemaninya menggambar. Dalam satu kertas yang cukup besar, kami menggambar berdua. Takjub juga melihat hasilnya. Ternyata saya yang biasanya hanya bisa menggambar dua gunung dengan matahari ditengahnya, bisa menggambar kuda cantik juga. Tak hanya kuda, hari berikutnya saya menggambar princess, mermaid atau putri duyung, serigala, serta burung merak.

Harus diakui bahwa tanpa bimbingan step by step dari youtube tak akan mungkin saya bisa. Seandainya laptop dimatikan dan saya diminta menggambar ulang, saya yakin tidak bisa. Terbukti juga setelah saya coba gambar hasilnya aneh. Kesimpulannya, saya bisanya hanya mengcopy.

Meski demikian, setelah beberapa kali menggambar kuda-kuda cantik, akhirnya saya bisa menggambar mata indah dan berkilat disertai dengan bulu mata yang lentik tanpa meniru. Aktivitas yang berulang ini rupanya sudah masuk ke brain memori dan telah diolah menjadi muscle memori (meminjam istilah Rhenald Kasali dalam buku Myelin). Tangan saya sudah mulai terampil menggambar mata berkilat ala kartun jepang. Hingga akhirnya saat mecoba menggambar makhluk hidup lain saya bisa menggunakan pola gambar mata si kuda tersebut.

Niat untuk menjadi kartunis muncul setelah kesasar menyaksikan video Tedx yang berjudul Why people believe they can’t draw – and how to prove they can yang disampaikan oleh Graham Shaw. Untuk video Graham silakan klik linknya: https://www.youtube.com/watch?v=7TXEZ4tP06c. Dari judulnya mungkin anda bisa menebak apa yang akan di sampaikan Graham Shaw. Tepat sekali. Saya sendiri dibuat tersenyum-senyum saat menyaksikannya. Tepatnya senyum takjub karena dengan beberapa coretan jadilah kartun-kartun lucu. Menariknya, audience pun ternyata dengan mudah bisa menggambar sesuai dengan instruksi Graham.

Video tersebut pada prinsipnya ingin menyampaikan bahwa kita semua bisa menggambar. Selama ini kita sering mengklaim bahwa tidak bisa menggambar atau tidak berbakat menggambar. Termasuk saya sendiri tentunya. Setiap kali diminta menggambar, hasilnya tak jauh berbeda dengan hasil karya anak TK. Dan ternyata, belief semacam itu tidak hanya dimiliki oleh masyarakat kita. Audience Graham pun juga sama. Jika anda sempat membaca komentar video tersebut, ternyata banyak juga yang berfikir demikian.

Selama ini saya menganggap menggambar adalah masalah bakat. Hanya orang-orang yang berbakatlah yang bisa menggambar. Hanya orang-orang yang punya daya imajinasi yang kuatlah yang bisa menggambar. Misal, untuk menggambar singa ia harus tau bagaimana memiliki gambaran detail tentang figur singa dalam ingatannya. Termasuk bagaimana saat ia menoleh, mengaum, berlari, memakan mangsa, dan sebagainya. Nah, sayangnya saya tidak termasuk orang-orang yang memiliki ingatan dan imajinasi kuat.

Video Graham Shaw mengantarkan saya untuk menjelajah video tutorial menggambar lain. Ternyata buaaannyyyakkk tutorialnya. Dari video-video tersebut, ada beberapa yang bagus. Atau malah sangat bagus karena mereka menjelaskan teknik-teknik dasar. Bukan sekedar menggambar dan kita menirunya. Salah satunya adalah Jazza. Ia seorang animator yang tidak hanya profesional dalam menggambar, tapi juga mampu menyampaikan tutorial dengan sangat baik. Yang lebih penting lagi, Jazza memberikan teknik dasar-dasar yang bisa kita kembangkan sendiri.

Dari rasa penasaran tentang gambar menggambar ini, saya menemukan’ istilah-istilah Kawaii, Chibi, dan Manga. Ketiganya adalah konsep gambar menggambar ala Jepang. Kawaii dalam istilah modern menurut wikipidia berarti ‘cute. Kalau anda ketikan draw Kawaii di google image, maka akan bertaburan berbagai ekspresi wajah lucu-lucu sebagaimana yang sering kita temukan dalam kartun-kartun jepang. Dari teknis dasar menggambar ekspresi kawaii ini kita bisa menggambar berbagai bentuk karakter yang lucu-lucu, dari buah-buahan hingga alat-alat dapur. Atau bahkan bentuk yang kita buat secara asal.

Istilah Chibi, masih menurut wikipidia, berarti “small people” ataru “short people”. Contoh chibi ini yang saya kenal sailor moon dan candy candy, siapa lagi ya.. silakan dicari di google image. Yang jelas dalam tutorial tersebut anda bisa secara khusus belajar bagaimana menggambar berbagai bentuk mata, hidung, rambut, dan ekspresi wajah.

Nah, dari beberapa teknik dasar inilah yang jika dikombinasikan bisa menghasilkan banyak karakter. Untuk saat ini terus terang saya masih dalam tahap copying alias meniru. Tentang hal ini rupanya para komentator video Graham juga mengatakan hal yang sama: mereka cuma bisa meng-copy. Tapi, beberapa komentar lain mengatakan bahwa menggambar tidak melulu dihasilkan dari imajinasi. Tapi dari proses mengkombinasikan dari gambar-gambar dasar.

Mungkin anda penasaran mengapa saya begitu ‘maksa’ bisa menggambar? (….nggak tuh…wkwkwk)

Untuk tujuan jangka pendek, menggambar cukup ampuh untuk menghilangkan rasa kantuk, bosan, dan pusing saat menulis thesis. Lima menit menggambar dengan tutori dari youtube atau google image cukuplah menghalau jenuh. Setidaknya lumayan lah untuk mengurangi konsumsi kopi.

Kedua..ini yang ternyata setelah ditelusur sejalan dengan gagasan Graham. Tadi pagi, saat mencari info biografi Graham, baru saya tau bahwa Graham menulis buku berjudul ‘the art of businesss communication’. Pas sudah. Jadi Graham ini rupanya pakar seni komunikasi. Dalam buku tersebut ia mencoba memaparkan bagaimana berkomunikasi dengan menggunakan gambar. Tentang hal ini ia katakan dalam sebuah videonya: The fact that we know about pictures is the brain has an almost limitless capacity to remember pictures. That will actually stay the memory long after you finished your talk..

Tentang hal ini rupanya Graham Shaw mengutip hasil penelitian yang dilakukan oleh Lionel Standing yang diterbitkan dalam Quarterly Journal of Experimental Psychology dengan judul Learning 10.000 picture. Lionel mengatakan bahwa: the capacity of recognition memory for pictures is almost limitless….picture memory also exceeds verbal memory in terms of verbal recall.

Artinya gambar memiliki daya yang sangat kuat untuk mampu diingat dalam jangka panjang. Dengan kata lain, komunikasi melalui gambar jauh lebih mengena dan mudah untuk dipahami. Kaitannya dengan tujuan saya kedua, tentu akan memudahkan saya menyampaikan materi-materi tentang konsep tata kelola pemerintaham jika saya bisa manggambar. Dan, sebagaimana menurut Graham, gambar juga mampu meng-hook alias memaku perhatian audience dalam sebuah presentasi. Ada satu kutipannya lagi dalam www.managers.org.uk dimana ia katakan: it is not the quality of the drawing that makes it memorable, rather it is the fact that you are using pictures ‘live’ and adding elements as you go along. Jadi, tak perlulah bagus-bagus, yang penting mampu menjadi alat komunikasi.

Lebih dari itu, gambar adalah alat komunikasi universal melintasi batas bahasa dan usia. Anda pasti tau kartun Tom and Jerry atau Donald Duck atau Shoun the Sheep. Tanpa kata-kata kita bisa menikmati ceritanya. Yang pasti disukai anak-anak. Tapi, apakah hanya anak-anak yang suka dengan gambar?

Aktivitas menggambar sampai sejauh ini bisa menjadi aktivitas bersama dengan Ayla dan Amira. Seminggu yang lalu sengaja saya membeli 3 Visual Art Diary. Jadilah setiap malam meluangkan waktu menggambar bersama. Dalam hal ini saya teringat pendapat mbak Pratiwi Retnaningdyah terkait aktivitas membaca bersama anak. Katanya, meski anak sudah lancar membaca, aktivitas membaca bersama perlu dilakukan. Pentingnya membaca bersama bukan lagi untuk memahami text, tapi justru pada proses yang terjadi. Yaitu, komunikasi atau diskusi antara orang tua dan anak dari buku yang dibaca. Kalau buku bisa membangun bonding antara orang tua dan anak, sepertinya menggambar pun demikian. Dari proses memilih karakter yang akan digambar hingga menceritakan apa yang digambar bisa menjadi cara ampuh untuk membangun komunikasi yang baik dengan anak.

Lalu, apa lagi alasan saya. Saya sekedar ingin mematahkan mitos bahwa saya tidak bisa menggambar. Dari beberapa hari melatih jari jemari saya mulai mempercayai Graham Shaw bahwa ketidakbisaan kita menggambar lebih disebabkan adanya mitos bahwa menggambar adalah masalah bakat. Dalam hal ini sepertinya berlaku kaidah 10.000 jam yang dipaparkan oleh Gladwell dalam buku outlier. Sebagaimana dalam resensi buku yang saya posting sebelumnya bahwa Mozzart pun mulai mengasah kemampuannya sejak usia kanak-kanak. Karya terbaiknya baru diciptakan setelah usia dua puluh satu. Hmmm…berapa tahun waktu yang ia butuhkan untuk menciptakan suatu mahakarya..

Sama halnya dengan menggambar. Mungkin Leonardo Da Vinci, Michael Angelo, dan Affandi pun juga demikian. Kalau setiap hari saya menyisihkan 15 menit untuk menggambar, berapa tahun harus saya capai untuk mendapatkan latihan 10.000 jam ya. 30 tahun? Ah…tak perlu lah sehebat mereka, cukuplah kelak aktivitas menggambar bisa memikat cucu-cucu saya agar sering menengok embah-nya.